
Setiap manusia hadir ke dunia membawa peran. Ada yang hadir menyembuhkan, ada yang hadir menenangkan, ada yang hadir menguatkan. Namun tidak sedikit pula yang hadir justru merusak, memecah, dan membawa hati menjadi sempit. Pertanyaannya, kita ingin menjadi yang mana?
Islam mengajarkan bahwa nilai seorang manusia bukan ditentukan oleh banyaknya harta, bukan pula oleh tingginya kedudukan, bukan oleh populernya nama. Nilai seseorang ditentukan oleh seberapa banyak kebaikan yang ia tebar, manfaat yang ia tinggalkan, dan cahaya yang ia pancarkan kepada orang-orang di sekitarnya.
Kita tidak diminta menjadi sempurna. Kita hanya diminta menjadi cahaya. Di manapun berada.
Menjadi Cahaya Tidak Harus Menjadi Sempurna
Banyak orang merasa enggan berbuat baik karena merasa dirinya belum cukup baik.
Ada yang berkata :
“Saya masih punya banyak dosa.”
“Saya belum istiqamah.”
“Saya takut disebut riya.”
Padahal cahaya tidak harus menyinari seluruh dunia. Cukup menerangi ruang kecil tempat kita berpijak. Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian. Tetapi Allah melihat kepada hati dan amal-amal kalian.”.(HR. Muslim)
Yang terpenting bukan banyaknya ilmu, bukan luasnya wawasan, melainkan ketulusan hati dalam setiap langkah kebaikan.
Mengapa Penting Menjadi Cahaya Bagi Orang Lain?
Karena hidup ini adalah perjalanan yang melelahkan. Setiap manusia menyimpan cerita yang tidak mereka katakan :
- Ada yang tersenyum namun hatinya sedang patah.
- Ada yang tampak kuat namun sedang menahan air mata.
- Ada yang terlihat biasa saja, namun sedang berperang dalam diri.
Terkadang, satu kalimat lembut, satu dekapan hangat, satu bantuan kecil, cukup membuat seseorang kembali kuat. “Siapa yang melepaskan satu kesulitan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya satu kesulitan di hari kiamat.”. (HR. Muslim)
Di dunia penuh tekanan ini, hadirlah sebagai penenang, bukan penambah luka.
Bicara Baik atau Diam: Cahaya Pertama Ada di Lisan
Cahaya seseorang pertama kali terlihat dari lisannya.
Rasulullah ﷺ bersabda : “Berkatalah yang baik atau diam.”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Seringkali luka terdalam bukan karena pukulan, tapi karena ucapan.
- Kata yang merendahkan dapat mematahkan semangat.
- Kata yang kasar dapat menghancurkan hubungan.
- Kata yang sinis dapat mematikan harapan.
Sebaliknya :
- Kata yang lembut dapat menghidupkan hati.
- Kata yang jujur dapat menegakkan kebenaran.
- Kata yang penuh kasih dapat menguatkan iman.
- Karena itu, jadilah cahaya melalui kata-katamu.
Menjadi Cahaya Melalui Sikap Sederhana
Tidak semua kebaikan harus terlihat besar.
Perhatikan contoh berikut :
Kebaikan Kecil Dampak Besar
Menyapa dengan senyum Mengurangi jarak hati
Mengucapkan terima kasih Menghadirkan penghargaan
Menahan amarah saat kecewa Mencegah penyesalan
Mendengarkan tanpa menghakimi Memberi ruang bagi orang lain bernapas
Rasulullah ﷺ bersabda : “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.”. (HR. Tirmidzi)
Kita tidak perlu menjadi orang kaya untuk menyenangkan orang lain.
Yang kita butuhkan hanya kemauan untuk menjadi baik.
Kisah Teladan: Abu Bakar yang Menjadi Cahaya dalam Diam
Suatu hari Umar bin Khattab r.a. merasa penasaran dengan kebiasaan Abu Bakar r.a. yang setiap pagi setelah shalat Subuh pergi ke suatu tempat tanpa memberitahu siapa pun. Umar mengikutinya secara diam-diam. Ternyata Abu Bakar pergi ke rumah seorang wanita tua yang buta dan tidak mampu.
Di sana, Abu Bakar :
- Membersihkan rumahnya
- Menyapu lantai
- Menyiapkan makanan
- Mengatur keperluannya
Saat Umar bertanya mengapa beliau melakukan ini, Abu Bakar hanya menjawab : “Ini rahasia antara aku dan Tuhanku.”
Inilah cahaya yang paling luhur: Kebaikan yang tidak perlu disaksikan manusia karena cukup Allah yang mengetahuinya.
Cahaya Tidak Selalu Berwujud Nasihat
Kadang kita ingin memberi kebaikan, tapi cara kita salah.
Kebaikan bukan hanya menasihati.
Kebaikan juga menjadi teladan.
Sabar saat diuji
Tenang saat banyak masalah
Tidak membalas keburukan dengan keburukan
Tetap sopan saat dihina
Memaafkan meski mampu membalas
Itulah cahaya hakiki yang menerangi hati.
Tiga Prinsip Hidup Menjadi Cahaya di Manapun Berada
(1) Jaga Niat
Mulailah segala sesuatu dengan niat karena Allah.
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya.”. (HR. Bukhari-Muslim)
(2) Sederhanakan Kebaikanmu
Tidak perlu banyak bicara, cukup banyak beramal.
(3) Jangan Menunggu Balasan
Jika kita menunggu balasan dari manusia, kita akan kecewa.
Tetapi jika kita menyerahkan semua kepada Allah, hati akan tenang.
Hasil Menjadi Cahaya: Kebaikan Itu Akan Kembali
Allah berfirman : “Barangsiapa berbuat kebaikan seberat zarrah, niscaya ia akan melihat balasannya.”. (QS. Al-Zalzalah: 7)
Balasannya tidak selalu berupa uang. Kadang berupa :
> Hati yang damai
> Rezeki yang mengalir tanpa diduga
> Persahabatan yang tulus
> Masalah yang dimudahkan
> Doa-doa yang dikabulkan
> Kebaikan tidak pernah sia-sia.
Di dalam hidup ini, kita tidak diminta menjadi orang yang paling kaya.
Kita tidak diperintahkan menjadi orang yang paling pintar.
Dan kita tidak diwajibkan menjadi orang yang paling terkenal.
Tapi Islam mengajarkan kita satu hal yang sangat mulia :
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain."
(HR. Ahmad)
Artinya, dimanapun kita berada—jadilah cahaya.
Cahaya yang menerangi, bukan membakar.
Cahaya yang menghangatkan, bukan menyakiti.
Menjadi cahaya itu sederhana.
Bukan harus menjadi sempurna, bukan harus menjadi ulama, bukan harus menjadi pemilik banyak harta.
Menjadi cahaya adalah :
- Menjaga lisan dari menyakiti
- Menguatkan, bukan melemahkan
- Memaafkan, bukan membalas
- Menolong, bukan merugikan
- Menghadirkan ketenangan, bukan kekacauan
Kita mungkin tidak mampu mengubah dunia, tetapi kita bisa mengubah hati seseorang, dan itu cukup untuk mengubah hidupnya. Dimanapun kau berada, jadilah cahaya. Meski kecil, ia tetap menerangi.


0 Comments