Ketika Usaha Tak Selalu Membawa Hasil
Ada banyak orang berilmu, rajin beribadah, tekun beramal, namun tetap merasa hidupnya berat — rezeki tersendat, doa seakan tak berjawab, dan hati selalu resah. Sebaliknya, ada orang biasa, tak dikenal banyak orang, amalnya tampak sederhana, namun hidupnya tenang dan penuh keberkahan.
Lalu kita bertanya dalam hati : Mengapa bisa begitu?
Ust. Aris Alwi dalam banyak tausiyahnya sering mengingatkan, bahwa yang membuat hidup ini ringan bukan karena hebatnya amal, tetapi karena adanya ridho Allah di balik semua usaha kita. Karena tanpa ridho Allah, ilmu setinggi langit pun takkan memberi cahaya, dan amal sebanyak gunung pun takkan membawa berkah.
Ilmu dan Amal Tak Akan Bernilai Tanpa Ridho Allah
Islam mengajarkan keseimbangan antara ikhtiar dan tawakkal. Kita diperintahkan berusaha, berilmu, dan beramal — tapi tidak pernah disuruh merasa hebat karena semua itu. Sebab, keberhasilan bukan hasil dari kesempurnaan usaha, melainkan karena kasih sayang dan ridho Allah.
Allah Ta’ala berfirman : “Dan kamu tidak dapat menghendaki (sesuatu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.”. (QS. At-Takwir: 29)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa segala keputusan, hasil, dan keberhasilan hidup kita tidak pernah lepas dari kehendak Allah. Ilmu hanyalah sarana, amal hanyalah ikhtiar, sedangkan ridho Allah-lah yang menjadi penentu hasilnya.
Ust. Aris Alwi sering mengatakan : “Boleh jadi engkau mengira dirimu beramal, padahal sesungguhnya Allah-lah yang sedang memuliakanmu lewat amal itu. Jangan sombong karena amal, tapi bersyukurlah karena Allah masih memberi kesempatan berbuat baik.”
Kisah Reflektif : Dua Penuntut Ilmu dan Rahasia Keberkahan
Dalam sebuah majelis ilmu, Ust. Aris Alwi pernah menceritakan kisah dua sahabat yang sama-sama menuntut ilmu agama di pesantren. Keduanya tekun, sama cerdas, sama semangatnya. Namun, setelah lulus, jalan hidup mereka berbeda jauh.
Yang pertama menjadi seorang dai yang dikenal luas, hidupnya sederhana tapi penuh keberkahan. Yang kedua, meskipun berilmu tinggi, hidupnya sering diwarnai kegelisahan dan kesulitan.
Ketika ditanya mengapa bisa begitu, sang guru berkata, “Yang pertama belajar dengan hati yang mencari ridho Allah. Yang kedua belajar dengan hati yang ingin diakui manusia.”
Kisah ini menjadi cermin bagi kita. Ilmu yang tidak diiringi niat ikhlas hanya akan menghasilkan kelelahan tanpa arah. Sebaliknya, ilmu yang disertai kerendahan hati dan niat mencari ridho Allah akan menjadi cahaya yang menuntun hidup.
Amal Banyak Tak Selalu Bernilai Jika Hati Tak Ikhlas
Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.”. (HR. Muslim)
Artinya, Allah tidak menilai seberapa banyak amal yang kita lakukan, melainkan seberapa ikhlas hati kita dalam melakukannya.
Ust. Aris Alwi menjelaskan, banyak orang mengejar kuantitas amal — ingin terlihat rajin, ingin tampak taat. Namun lupa, bahwa amal tanpa keikhlasan ibarat bunga tanpa wangi. Indah di luar, tapi hampa di dalam. Beliau sering menegaskan dalam kajiannya : “Jangan sibuk mengumpulkan amal, tapi sibuklah memperbaiki niat. Karena amal yang diterima bukan karena banyaknya, tapi karena sucinya hati dalam menjalaninya.”
Ridho Allah: Kunci Segala Ketenangan dan Keberhasilan
Banyak orang berdoa, bekerja keras, beramal shalih, namun tetap merasa hidupnya tidak berubah. Ust. Aris Alwi mengingatkan — barangkali bukan amal kita yang kurang, tapi ridho Allah yang belum kita dapatkan. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman : “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai selain dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya…”. (HR. Bukhari)
Ketika Allah sudah mencintai hamba-Nya, maka setiap langkahnya dimudahkan, setiap doanya didengar, dan setiap kebutuhannya dicukupi — bahkan sebelum ia meminta.
Inilah yang disebut “ridho Allah yang menentukan segalanya.”
Kisah Inspiratif: Tukang Sapu di Masjidil Haram
Suatu kali, Ust. Aris Alwi menceritakan kisah seorang tukang sapu di Masjidil Haram. Ia tidak berpendidikan tinggi, tidak dikenal orang, bahkan pekerjaannya dianggap remeh. Tapi setiap pagi ia selalu berkata, “Ya Allah, meski tangan ini hanya bisa menggenggam sapu, semoga hatiku tetap menggenggam ridho-Mu.”.
Setiap malam, ia menangis di sudut masjid, mendoakan orang lain tanpa menyebut namanya sendiri.
Suatu hari, jamaah masjid menemukannya wafat dalam keadaan sujud. Wajahnya tersenyum tenang. Orang-orang pun menangis. Imam Masjidil Haram berkata, “Mungkin di mata manusia ia hanyalah tukang sapu, tapi di sisi Allah, ia mungkin lebih mulia dari banyak orang berilmu.”
Kisah ini mengajarkan : yang membuat amal mulia bukan bentuknya, tapi ridho Allah di baliknya.
Ilmu, Amal, dan Kerendahan Hati
Ust. Aris Alwi menegaskan, bahwa ilmu yang sejati adalah ilmu yang membuat seseorang semakin rendah hati. Sebab ilmu yang benar akan mengantarkan kita pada pengakuan bahwa kita tidak mampu apa-apa tanpa izin Allah. Beliau sering mengutip kalimat indah dari Imam Asy-Syafi’i : “Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada hati yang bermaksiat.”
Artinya, bukan banyaknya hafalan atau tinggi derajat pendidikan yang membuat seseorang mulia — tapi kebersihan hati, kerendahan diri, dan niat tulus karena Allah.
Doa dan Tawakkal : Jalan Menuju Ridho Allah
Dalam setiap ceramahnya, Ust. Aris Alwi selalu menutup dengan doa yang sarat makna, terutama bagi mereka yang ingin dimudahkan rezekinya dan dilunaskan segala hutangnya :
اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Allahumma akfini bihalalika ‘an haramika, wa aghnini bifadhlika ‘amman siwaka.”
“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal agar aku terhindar dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari selain-Mu.”
Beliau menjelaskan bahwa doa ini bukan sekadar pelunas hutang dunia, tapi juga pelunasan beban hati.
Ketika seseorang berdoa dengan hati yang bersih dan penuh tawakkal, di situlah ridho Allah turun — membawa solusi tanpa disangka-sangka.
Ridho Allah dalam Keseharian
Mendapat ridho Allah bukan berarti hidup tanpa ujian. Justru, orang yang diridhai Allah akan diuji — tapi hatinya tenang, jiwanya lapang, karena ia tahu setiap cobaan adalah tanda cinta, bukan murka.
Ust. Aris Alwi menasihati : “Jangan ukur kasih sayang Allah dari banyaknya nikmat, tapi dari ketenangan hati saat diuji.”
Ridho Allah membuat seseorang tetap sabar saat sempit, tetap bersyukur saat lapang, dan tetap istiqamah meski dunia berubah arah.
Kembali ke Hakikat Hamba
Pada akhirnya, kita akan sadar bahwa tidak ada yang bisa kita banggakan.
Ilmu bisa hilang, amal bisa terlupakan, bahkan nama besar bisa pudar.
Tapi ridho Allah-lah yang kekal — penentu kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Ust. Aris Alwi menutup refleksinya dengan kalimat lembut namun menggugah : “Hidup bukan tentang menjadi yang paling hebat, tapi tentang menjadi yang paling diridhai. Karena yang Allah ridhoi, akan Allah cukupkan — bahkan sebelum ia meminta.”
Pesan Akhir
Mari kita renungkan…
Mungkin selama ini kita terlalu sibuk beramal hingga lupa siapa yang memberi kekuatan untuk beramal. Terlalu fokus berdoa hingga lupa siapa yang memberi izin doa itu sampai ke langit.
Semoga Allah jadikan kita hamba-hamba yang diridhai-Nya — yang hidupnya tenang bukan karena sempurna, tapi karena selalu dijaga dalam kasih sayang-Nya.



0 Comments