Mengapa Banyak Orang Lalai Beribadah Setelah Hajatnya Tercapai

 Mengapa Banyak Orang Lalai Beribadah Setelah Hajatnya Tercapai

Hampir setiap orang pernah berada di titik di mana hatinya begitu mendambakan sesuatu dari Allah ï·». Bisa berupa kesembuhan dari penyakit, kelulusan ujian, kelancaran rezeki, pernikahan yang diidamkan, atau keselamatan dari musibah. Pada saat-saat seperti itu, hati biasanya penuh kerendahan diri dan keinginan untuk mendekat kepada-Nya. Malam-malam diisi dengan tahajud, siang hari dipenuhi zikir dan sedekah, bibir tak henti melafalkan do'a dengan penuh harap dan air mata.
Namun, yang sering terjadi adalah, ketika do'a tersebut dikabulkan dan hajat itu tercapai, sebagian orang mulai longgar. Tahajud yang dulunya rutin kini jarang dilakukan. Zikir yang dulu mengalir deras kini kering. Sedekah yang dulu ringan kini terasa berat. Bahkan sholat wajib pun terkadang mulai ditunda atau ditinggalkan.
Fenomena ini bukan hal baru. Ia telah disebutkan dalam Al-Qur’an, diingatkan oleh Rasulullah ï·º, dan terbukti berulang kali sepanjang sejarah manusia. Artikel ini akan membedah fenomena tersebut secara mendalam—penyebabnya, bahayanya, kisah teladan dari para nabi dan sahabat, serta langkah konkret untuk menghindarinya.

Fenomena Lalai Setelah Doa Terkabul

Manusia seringkali baru benar-benar ingat kepada Allah ketika berada dalam kesempitan. Begitu Allah lapangkan jalan, mereka kembali tenggelam dalam kelalaian. Beberapa contoh nyata :
  • Seseorang yang sakit keras. Selama masa sakit, ia bangun di malam hari, bersujud dengan tangisan, memohon kesembuhan. Namun, begitu sehat, ia lupa bahkan untuk sholat tepat waktu.
  • Seorang pengangguran. Ketika belum mendapat pekerjaan, ia rajin puasa sunnah, membaca Al-Qur’an, dan bersedekah walau sedikit. Begitu diterima bekerja, waktu ibadahnya tergantikan oleh kesibukan dan hiburan.
  • Orang yang tertimpa masalah rumah tangga. Saat rumah tangganya goyah, ia dekat dengan Allah, sering hadir di majelis ilmu, rajin berdoa. Setelah masalah terselesaikan, majelis ilmu mulai jarang dikunjungi.
Penyebab utamanya adalah karena ibadah yang dilakukan hanya berorientasi pada hasil duniawi, bukan sebagai wujud penghambaan sejati.

Peringatan dalam Al-Qur’an

Allah ï·» mengingatkan perilaku ini dalam banyak ayat, di antaranya :
1. Surah Yunus ayat 12
"Dan apabila manusia ditimpa kesusahan, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan kesusahannya darinya, dia berlalu seakan-akan dia tidak pernah berdo'a kepada Kami untuk (menghilangkan) kesusahan yang menimpanya..." (QS. Yunus: 12)
Ayat ini menggambarkan sifat sebagian manusia : sangat butuh ketika susah, sangat lalai ketika lapang.

2. Surah Luqman ayat 32
"Dan apabila mereka diliputi ombak yang besar seperti gunung, mereka berdo'a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka ke daratan, tiba-tiba sebagian dari mereka menjadi ragu-ragu..."

Hadis tentang Konsistensi Ibadah

Rasulullah ï·º menekankan pentingnya istiqamah : “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan walaupun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa nilai ibadah bukan hanya pada intensitas sesaat, tetapi pada kontinuitasnya.
Mengapa Lalai Setelah Hajat Tercapai ?
Ada beberapa sebab utama :
  • Ibadah Karena Motif Duniawi. Jika ibadah dilakukan semata untuk mendapatkan sesuatu, maka ketika sesuatu itu tercapai, motivasi akan hilang.
  • Rasa Aman Palsu. Seseorang merasa “misi sudah selesai”, padahal ujian sebenarnya baru dimulai: ujian syukur.
  • Godaan Kenikmatan Dunia. Setelah mendapat nikmat, godaan untuk bersenang-senang bisa membuat seseorang lupa beribadah.
  • Kurangnya Pemahaman Hakikat Ibadah. Banyak orang belum menyadari bahwa ibadah adalah tujuan hidup, bukan sekadar alat untuk meraih kebutuhan.

Kisah Teladan dalam Al-Qur’an

Kisah Nabi Yunus عليه السلام
Ketika berada di perut ikan, Nabi Yunus عليه السلام memanjatkan doa : “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87)
Beliau berdo'a dengan penuh penghambaan, bukan hanya karena ingin keluar dari kesulitan, tapi karena menyadari kesalahannya di hadapan Allah. Setelah diselamatkan, beliau kembali berjuang di jalan dakwah dengan lebih taat.

Teladan dari Para Sahabat

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.
Saat menjadi khalifah, beliau tetap menjaga ibadah malam dan sedekah sebagaimana sebelum menjabat.

Umar bin Khattab r.a.
Meski sibuk mengurus negara, beliau tetap konsisten dalam sholat malam dan puasa sunnah.

Utsman bin Affan r.a.
Kekayaannya tidak membuatnya lalai, malah semakin giat berinfak di jalan Allah.

Dampak Lalai Beribadah Setelah Hajat Tercapai

  • Hati Menjadi Keras. Kelalaian membuat hati sulit menerima nasihat.
  • Nikmat Bisa Dicabut. Allah bisa mencabut nikmat jika hamba tidak bersyukur.
  • Terjebak dalam Sifat Munafik. Munafik salah satunya adalah rajin beribadah hanya ketika ada keuntungan pribadi.
  • Kehilangan Keberkahan Hidup. Nikmat yang ada terasa hampa karena hilangnya keberkahan.

Cara Menjaga Semangat Ibadah Setelah Hajat Tercapai

  • Perbarui Niat. Pastikan niat ibadah karena Allah semata, bukan karena mengharap dunia.
  • Buat Jadwal Ibadah Rutin. Catat dan patuhi jadwal tahajud, sedekah, tilawah, dan dzikir.
  • Ingat Kematian dan Akhirat. Sadari bahwa nikmat dunia hanyalah sementara.
  • Bersyukur dengan Tindakan. Wujudkan rasa syukur dengan amal nyata, bukan sekadar ucapan.
  • Belajar dari Kisah Teladan. Baca kisah para nabi dan sahabat untuk menguatkan iman.
Mengapa Banyak Orang Lalai Beribadah Setelah Hajatnya Tercapai

Kisah Inspiratif
Seorang pedagang kecil di Madinah dikenal rajin tahajud setiap malam. Saat usahanya maju pesat, ia tetap mempertahankan kebiasaan itu. Bahkan, ia menambah jumlah sedekahnya. Ketika ditanya rahasianya, ia menjawab : "Tahajud bukan alat untuk mendapatkan rezeki, tapi cara saya menjaga hubungan dengan Pemilik rezeki."
Fenomena lalai beribadah setelah hajat tercapai adalah penyakit hati yang harus diwaspadai. Nikmat yang Allah beri seharusnya menjadi bahan bakar untuk meningkatkan ketaatan, bukan alasan untuk mengendurkan ibadah.
Allah ï·» mencintai hamba yang istiqamah, baik di saat sulit maupun lapang. Maka, jadikan setiap nikmat sebagai pemicu untuk semakin tunduk, karena di balik setiap kenikmatan ada amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.



Load comments

0 Comments